Beberapa lembaga surveipun telah banyak merilis tentang siapa yang akan unggul, di awal survei nampak Hillary terlihat unggul, namun di survei terakhir dikabarkan elektabilitas Donald Trump berhasil mengungguli Hillary, namun semua itu tentu saja sifatnya masih sementara, karena politik di Amerika Serikat sangat dinamis, dan pada saatnya pemungutan suara nanti semua itu akan terjawab.
Selain survei, beberapa pollingpun telah dirilis, hasil polling Pew Research Center
tahun 2015 di Amerika Serikat
sangatlah memprihatinkan, hasil poling tersebut menunjukkan 37% sampel menyatakan negara mereka belum siap untuk presiden perempuan, dan 38% menyatakan perempuan harus bekerja dua kali lebih keras dari lelaki untuk menggapai posisi puncak. Tim sukses Hillary Clinton harus berhati-hati menyikapi hal ini. Negara paling kuat di dunia ternyata tertinggal dalam hal emansipasi perempuan dibanding rekan-rekannya di Eropa. Ini fakta pahit yang harus disikapi secara cerdas oleh tim sukses Hillary.
Nampaknya pertarungan kedua Kandidat Presiden Amerika Serikat Hillary Clinton dari partai Demokrat versus Donald Trump dari partai Republik ini akan berlangsung dengan sengit. Bukan hanya Hillary saja yang terkena isu negatif soal gender, Donald Trump mengalami isu negatif meski dalam hal yang berbeda, Trump dianggap rasis oleh para lawan politiknya, anggapan itu memang tidak mengada-ngada, karena Donald Trump pernah menyatakan akan melarang umat muslim masuk ke Amerika Serikat, tentu saja pernyataan Trump ini banyak menuai reaksi keras dari berbagai kalangan terutama umat Islam dunia, termasuk umat Islam di Amerika Serikat.
Masyarakat dunia tentu akan menunggu siapa yang akan menjadi orang nomor satu di negara adi daya tersebut, karena siapa nanti yang akan menjadi pemenang akan mempengaruhi kebijakan luar negerinya. Karena harus diakui kebijakan Amerika Serikat ini sangat berpengaruh bagi sebagian besar negara- negara di Dunia termasuk Indonesia mengingat hegemoni AS yang begitu kuat. Jika Donald Trump yang menang, kemungkinan besar kebijakan luar negri Amerika Serikat akan sangat keras terhadap lawan-lawan politiknya seperti halnya saat ketika di pimpin oleh Bush, termasuk menekan Indonesia dalam menangani terorisme. Dan jika Hillary Clinton yang menang, banyak pengamat yang mengatakan bahwa kebijakan luar negri AS akan lebih melunak, karena biasanya presiden yang berasal dari Partai Demokrat tidak sekeras Presiden dari Partai Republik kebijakan luar negerinya. Namun memang tidak ada jaminan juga jika Hillary yang memenangkan pilpres akan membuat hubungan dengan negara-negara yang tidak terlalu dekat secara ideologi menjadi lebih baik.